Jumat, 27 Maret 2020

Falsafah Pelatih
Falsafah adalah, suatu sistem dari prinsip-prinsip yang dipakai untuk membimbing orang dalam berkegiatan. ”a system of principles for guidance in pratical affairs”(Martin dan Lumsden : 1987)
Falsafah seseorang tercermin dalam pandangannya tentang dunia, tentang situasi sekitarnya, tentang hubungan antar manusia, serta tentang nilai-nilai yang diberikannya untuk itu semua. Karena itu seseorang yang misalnya menilai bahwa mengumpulkan kekayaan lebih penting dari pada mencari hubungan yang mesra dengan sesamanya, semua kegiatannya, polahnya, kiprahnya, akan mencerminkan falsafahnya tersebut. “ That which a person believes and his reactions to the world about him reflects his philosophy of life”. (Klaffs dan Arnheim : 1963).
Jika seseorang bicara mengenai falsfah pelatihan, maka ia sedang membicarakan suatu perangkat sikap (attitudes) atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan prilaku pelatih di dalam situasi-situasi praktek. Falsafah seorang pelatih dapat diketauhi dengan mengobservasi prilaku para atletnya, seperti halnya gaya permainan atletnya, rasa hormat (respect ) yang doperlihatkan kepada para official dan lawan-lawannya, bahasa yang digunakannya, prilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk mengatasi stres-stres pertandingan, semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir pertandingan, sampai pada kostum latihan dan pertandingannya, Itu semua merupakan sebagian dari indikator-indikator yang mencerminkan falsafah pelatihnya.

II.2. Model Kepemimpinan
Di dalam literatur ilmiah mengenai kepemimpinan, batasan yang sering dipakai adalah bahwa ”seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu menanamkan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan anggota-anggota lain dalam kelompoknya”. Adanya kepemimpinan ditentukan oleh sedikitnya tiga kondisi sosial, yaitu (1) adanya suatu kumpulan oarang yang terdiri dari dua atau lebih, (2) adanya tugas yang sama, dan (3) adanya tanggung jawab yang berbeda. Atas dasar ketiga kondisi sosila tersebut Stogdill memberikan batasan bahwa kepemimpinan adalah ”the process of influencing the activities of an organized group in is offorts toword goal setting and goal achieventment”. (Cox : 1985)
Dalam dunia olahraga dapat kita amati bahwa, meskipun banyak gaya kepemimpinan yang berbeda, banyak pelatih yang ternyata sukses dalam pembinaannya dengan gayanya masing-masing. Akan tetapi sukses tidaknya kepemimpinannya tidak ditentukan oleh suatu gaya tertentu saja. Ppada umumnya ada empat jenis gaya kepemimpinan yang standard an yang dianut oleh para pelatih, yaitu :
    1. gaya authoritarian (otokratis,otoriter)
    2. gaya demokratis
    3. gaya yang lebih memperhatikan anak didik/atlet (people centered)
    4. gaya yang lebih menekankan pada tugas (task oriented)

II.3. Menetapkan Sasaran
Seringkali suatu tim atau atlet tidak berlatih dengan sungguh-sungguh, atau kurang motivasinya untuk berlatih disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim atau atlet itu berlatih. Hal ini juga sering kali juga disebabkan oleh para pelatih sendiri yang tidak secra jelas menerangkan kepada para atlet tujuan dari latihan yang diberikan, kemana para atlet akan dibawa, dan apa yang diharapkan pada akhir latihannya.
Atlet akan meras berkewajiban dan terikat untuk mencapai sasaran tersebut. Hal ini biasanya akan dengan sendirinya menumbuhkan kesadaran, kepercayaan, dan empati (penjiwaan) yang lebih besar pada diri atlet. Apalagi kalu adanya sasaran-sasaran yang ditetapkan tersebut berhasil atau mampu dicapainya, atlet akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri sehiongga dorongan untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi menjadi lebih besar dan memang seperti yang diungkapkan oleh Fixx (1985)..”for motivation, you can’t let your self get setisfied, you have to keep raising your goals”.


II.4. Prinsip-Prinsip Latihan
II.4.1. Training
Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang di lakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya. (Harsono : 1982)
Yang dimaksud dengan sistematis adalah, berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis, dari mudah ke sukar, latihan yang teratur, dari yang sederhana ke yang lebih komopleks. Berulang-ulang maksudnya adalah agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan sehingga semakin menghemat energi.kian hari maksudnya adalah setiap kali, secara periodik, segera telah tiba saatnya untuk ditambah bebannya, jadi bukan berati setiap hari.

II.4.2. Intensitas Latihan
Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara. Yang paling mudah adalah dengan cara mengukur denyut jantung (Heart rate). Suatu teknik yang dapat dipakai untuk mengukur intensitas latihan adalah teknik yang dipakai Karvonen (1957) dengan rumus : THR = RHR+0,6 (MHR-RHR).
Perlu dicatat bahwa teknik pengukuran tersebut menunjukkan batas terendah dari intensitas latihan. Untuk atlit-atlit yang sudah terlatih, intensitasnya bisa ditentukan lebih tinggi. Untuk atlit-atlit cabang olahraga yang membutuhkan daya tahan tinggi, intensitas latihan bisa sampai mendekati maksimal, sehingga dengan demikian bukan kemampuan aerobiknya saja, akan tetapi kemampuan an aerobiknya pun terlatih.

II.4.3. Kualitas Latihan
Berlatih secara intensif saja belum cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, dan berkualitas. Kualitas latihan yang diberikan pelatih kepada atlit, atlit haruslah merasakan bahwa apa yang diberikan oleh pelatih adalah memang berguna baginya, dan bahwa dengan itu dia telah belajar atau mengalami sesuatu yang baru. Kalau bukan dibidang fisik, teknik, atau taktik, dalam segi mental dia telah mendapatkan pengalaman yang baru dan telah dirasakannya sebagai sesuatu yang penting dan berguna ( Katch dan Mcardle : 1983).
Salah satu ciri yang membedakan seorang juara dengan bukan juara adalah caranya berlatih. Seorang juara sangat memperhatikan kelemahan-kelemahannya, sampai yang terkecil sekalipun untuk disempurnakan. Dan dia belum puas kalau kelemahan-kelemahannya itu belum sempurna diperbaiki walaupun untuk itu dia harus berlatih lama. Bebeda dengan seorang bukan juara yang mengira bahwa kualitas latihan dapat latihan mengatasi segala kekurangan dan kelemahan.
Dengan demikian latihan yang bermutu adalah apabila latihan dan driel-driel yang diberikan memang benar-bnar sesuai dengan kebutuhan atlit, apabila koreksi-koreksi yang kontruktif sering diberikan, dan apabila prinsip-prinsip Over load diterapkan, baik dalam segi fisik maupun mental atlit maka latihan-latihan yang kurang intensif akan tetapi bermutu, sering lebih berguna dari pada latihan yang intensif tetapi tidak bermutu.

II.4.4. Lama Latihan
Kekeliruan yang sering dilakukan oleh banyak pelatih adalah jika mereka lebih menekankan pada lamnya latihan daripada penambahan beban latihan. Waktu latihan sebaiknya pendek akan tetapi berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Kecuali waktunya yang pendek, latihan juga harus dilakukan sesering mungkin. Setiap latihan tersebut harus dilakukan dengan usaha yang sebaik-baiknya dan kualitas atau mutu ynag tinggi. Dengan demikian kita harus pula memperhatikan. ”As soon as bead feature creep into the performance, that particular practice mustop”(Thomas : 1970). Artinya, segera nampak bahwa atlit mulai sering melakukan kesalahan-kesalahan, segera pula latihan harus segera dihentikan. Oleh karena kalau atlit berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama maka hal ini akan mudah membentuk handicapping habits. Dan kita tahu pengalaman bahwa susahnya membetulkan kembali kebiasaan-kebiasaan yang salah dan buruk yang sudah melekat pada atlit
Apabila waktu latihan berlangsung lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah atlit akan memandang setiap latihan sebagai suatu siksaan dan sebaliknya suatu latihan-latihan yang pendek adalah akan terus membawah atlit dalam pola berpikir tentang latihannya, artinya segala sesuatu yang diberikan kepadanya akan dapat terus terpola dalam pikirannya. Oleh karena itu belum tentu seorang atlit enggan pergi katihan disebabkan dia malas. Sebagaimana pula belum tentu mahasiswa malas kuliah disebabkan karena dia memang pemalas. Mungkin saja disebabkan kuliah-kuliahnya tidak menarik.


II.4.5. Tes Uji Coba
Tes uji coba (Tes treal) adalah tes-tes atau pertandingan-pertandingan yang di jadwalkan sebelum pertandingan besar sebenarnya berlangsung. Pertandingan-pertandingan uji coba mengandung unsur-unsur dan potensi-potensi belajar yang sangat penting bagi atlit, artinya atlit akan banyak belajar dari pengalaman-pengalaman dalam pertandingan uji coba tersebut. Selain itu ketangguhan fisik dan mental yang sebenarnya akan nampak dan terungkap jelas dalam situasi-situasi pertandingan tersebut.
Hal yang sangat penting, dan sering kali lepas dari perhatian pelatih dan manajer tim adalah jadwal pertandingan-pertandingan uji coba harus disusun sedemikian rupa sehingga menjamin atlit untuk mencapai puncaknya pada saat yang tepat. Karena itu jadwal tes treal harus di susun secara cerdik jangan asal mengikuti pertandingan pada sembarang waktu. Perencanaan  yang kurang cerdik dan kurang intelegen sering kali justru mengacaukan penampilan optimal atlit-atlit pada pertandingan utamanya. Jadi kesimpulannya adalah antara jadwal latihan dan pertandingan harus ada keseimbangan  yang wajar. Seorang atlit tidak bisa dilatih sebanyak mungkin dan disuruh bertanding sebanyak mungkin pula. Sebaliknya atlit tidak bisa dilatih sebanyak mungkin tanpa sewaktu-waktu diberi kesempatan bertanding untuk menguji kemampuan diri sendiri dan untuk mengukur potensi-potensinya serta melihat hasil yang telah di capai dari progam latihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HIV AIDS XI 9

Nama : Muhammad Yusuf S.Pd Mata pelajaran : Penjaskes  Kelas : XI 9 Pertemuan : Pertama  Materi : HIV AIDS Capaian Pembelajaran : Peserta di...